Minggu, 20 April 2014

Third Floor [Part 01]

Title : Third Floor 
Genre : Horror 
Warning : Bad story


"Aku tak menyangka bahwa sekolah ini ada yang berbeda agama. Tapi tidak masalah bagiku, karena kita semua berteman kan tidak memandang apapun"











ARINDA PUTRI RUDOLF





Ini hari pertama ku sekolah di Holy Cross High School, New Jersey. Sungguh, sekolah ini sangat menakjubkan. Tapi aku juga sangat kecewa mengapa ayah memasukan ku ke sekolah ini. Seharusnya ia menghormatiku yang menganut agama Islam. Sedangkan sekolah ini saja namanya "Salib Suci". Astaga. Aku menyesal menerima ajakannya untuk sekolah di luar negeri. Ya, aku berasal dari Indonesia. Aku anak dari orang kebangsaan Indonesia dan Amerika. Tentu berbeda agama pula, Ibuku beragama Islam dan Ayahku beragama Kristen Katolik. Dan yang paling membuatku frustasi adalah bagaimana nantinya jika siswa siswi di sini tidak mau berkenalan denganku karena perbedaan agama? Oh, terkutuklah kau Ayah. Aku masih memandangi bangunan besar High School ku. Ini indah.



"Cepatlah Rinda. Ayah tak mau kau terus berdiri di depan gerbang" teriak ayah dari arah belakangku, aku tau ia masih di dalam mobil. Tanpa menjawab dan berbalik, aku langsung melenggang masuk. Aku menyusuri sekolah ini untuk mencari ruang kepala sekolah. Sekolah ini sangat luas. Sangat berbeda dengan di Indonesia. Aku akan merindukan teman teman ku di sana. Aku melenguh meratapi nasib. Setidaknya aku pandai, tak apa Rinda, kau bisa! Aku menyemangati diriku, betapa konyolnya. Aku menggenggam erat tali tas ku.



Mengapa ya, sekolah di sini tidak menggunakan seragam? Ralat, berseragam hanya hari rabu. Tidak seperti di Indonesia. Aku mulai membedakan kedua negara ini ternyata. Aku menengok ke kiri kanan saat aku tiba di pertigaan ruangan. Tanganku menunjuk arah kanan lalu bergantian ke kiri lalu menggaruk tengkuk leher ku yang tidak gatal. Harus kemana aku? Mungkin ke.. ---bruk.



"Aww.." Aku meringis merasakan nyeri pada lututku. Terkutuklah engkau orang yang menabrak ku!

"Oh, I'm sorry" ucap seorang pria sembari mengulurkan tangannya. Aku menatap wajahnya dan ---Melongo. Astaga. Tampan sekali dia. Ya Tuhan. Oksigen please!

"Hello. Are you okay?" Ucap pria ini sembari melambaikan tangannya di depan wajahku. Tapi rasanya seperti ia hendak meraih wajahku. Betapa hebatnya ilusi ku. Aku merasakan tamparan cukup keras di wajahku. Aku hanya meringis dan meraih tangannya untuk membantu berdiri.

"Are you okay?" Tanyanya mengulang. Sangat berbeda dengan pria pria di Indonesia, mereka pasti malah menertawakan ku jika mereka menabrak ku. Lupakan.

"Ya, aku baik baik saja" ucapku sembari membersihkan lututku. Lalu aku kembali menatapnya yang sedang menaikkan satu alisnya. Hey, ada apa?

"What you say?" Oh. Aku menepuk jidat ku keras.

"Oh, i'm sorry. I'm okay" balas ku dengan tersenyum malu. Bagaimana tidak malu jika aku berbicara padanya menggunakan bahasa Indonesia.





*setelah ini anggap bahasa Indonesia itu sebagai bahasa Inggris ya*





"Hey, Grey" teriak seseorang dari arah depan ku, lumayan jauh. Di susul dengan pria di depan ku menengok ke arahnya. Ia segera membalikan badannya menghadapku kembali.

"Hey, sweety. Senang bertemu dengan mu dan maaf aku harus pergi. Aku Greyson. Bye" ucapnya terburu buru lalu berlari dari ku --kurasa menghindari pria tadi. Aku kembali menatapnya dan ia semakin dekat. Entah mengapa lutut ku lemas. Ia tampan juga tapi sayang aku takut padanya.

"Hey, stupid boy! Kembali.." Teriaknya lagi dengan berlari mengejar Greyson. Tapi saat ia melewati ku, kurasa ia tersenyum padaku. Mereka ramah sekali?





Aku memutuskan untuk berjalan ke kanan dan benar saja. Saat aku sudah berjalan sekitar 5 meter terpampang papan bertuliskan "Headmaster". Aku memasuki ruang itu dengan mengucapkan permisi terlebih dahulu.

"Miss Rudolf, right?" Aku menanggapinya dengan mengangguk dan tersenyum. Ia menyuruhku duduk di depannya dengan di hadang sebuah meja penuh dengan buku.

"Kau tak apa bila bersekolah di sini dengan berbeda agama?" Ia menatapku dengan tatapan sedikit -bingung.

"Iya tak apa" ucapku meyakinkan.

"Baiklah. Ini seragam mu. Kau masuk di kelas 11.2.C. Dan ambil jadwal mu di ruang Mrs. Heyley. Ruangannya di sebelah kiri ruangan ini. Dan katakan padanya 'kosongkan jadwal agama kata Mr. Raymond'. Mengerti?" Ia kembali tersenyum ramah dan aku melenggang pergi ke ruang sebelah.







"Arinda Putri Rudolf kelas 11.2.C dan tolong kosongkan jadwal agama" ucapku pada Mrs. Hayley -kurasa. Ia tersenyum dan aku membalasnya.

"Baiklah. Tunggu beberapa menit dan aku akan kembali. Kau boleh duduk di sana" katanya dengan menunjuk sofa hijau di belakangku. Aku mengangguk dan duduk di sana. Aku merogoh kantong ku untuk mengambil ponsel. Ada satu pesan, dari Ayah.





From : Ugly John



Hey, Ugly Princess. Jika kau sudah pulang, telpon ayah dan ayah akan menjemputmu. Dan satu lagi, mulai sekarang panggil aku Daddy.





Aku tersenyum membaca pesannya. Dia memang menginginkan aku memanggilnya Daddy, tapi tak di ijinkan oleh Ibu. Kedua ibu jariku menari di atas layar iPhone ku untuk mengetikan balasan pesan ayah.



To : Ugly John



Iya, Daddy :*







Send. Sent. Aku kembali memasukan ponsel ku pada saku dan menatap meja besar milik Mrs. Hayley. Lama sekali dia. Aku memainkan kuku tangan ku dan mendongak saat ada yang menyerukan nama ku. Aku bangkit dan mengambil jadwal itu. Mengucapkan terima kasih dan keluar ruangan. Aku membaca sekilas jadwal jadwal ku. Kelas ku berada di lantai empat.



***





"Permisi. Maaf, saya terlambat" ucapku dengan membungkukan badan ketika menghadap guru di kelasku. Dan kembali tegak.

"Tak apa, Miss. Aku mengerti" balasnya dengan tersenyum dan mempersilahkan ku duduk. Aku mengedarkan pandanganku dan menemukan 2 kursi kosong. Mungkin aku memilih yang berada di bagian tengah saja. Aku mendudukan bokong ku tepat di sebuah kursi + meja berwarna putih. Seperti bangku bangku di universitas di Indonesia.





***



Aku sedang duduk sendiri di kelas. Semua orang entah kemana. Saat bel tadi berbunyi, semua keluar dan ku kira mereka ke kantin. Tapi apakah masih pagi sudah jam istirahat? Aku membuka tas punggung ku dan mengambil jadwal ku di sana. Senin Bahasa 2 jam, Biologi 2 jam, Istirahat setengah jam, teknologi 3 jam dan masih ada beberapa mata pelajaran. Banyak sekali jadwalnya. Tunggu tunggu, bukankah tadi bahasa? Lalu sekarang biologi dan.. Mengapa mereka keluar? Aku kembali membaca jadwal, meneliti dan menepuk jidatku.



Aku segera lari keluar kelas dan menuju laboratorium biologi. Tapi, di mana laboratorium itu? Ya ampun. Aku butuh denah. Aku mengamati kertas jadwal di tanganku. Tidak ada keterangan letak masing masing ruang. Di sini tidak ada siswa yang lewat ternyata, apa mungkin karena sedang pelajaran semua? Aku harus ke arah mana ya? Apakah harus membolos? Tidak mungkin. Aku bersandar pada dinding sebelah pintu kelas ku. Dan merosot begitu saja. Aku duduk dengan lutut tertekuk. Mirip gelandangan.





"Hey" sapa seorang gadis padaku. Aku mendongak dan menatapnya. Aku membalas sapaannya dan tersenyum lalu bangkit. Gadis cantik berambut merah. "Kau kenapa?" Tanyanya.

"Aku tak tau letak ruang laboratorium biologi" balasku dengan wajah cemberut. Bibirku kurasa seperti donald duck sekarang. Ia terkekeh melihat ku.

"Kau ini lucu sekali. Mau aku antarkan?" Tawarnya ramah. Memang tidak salah jika aku mengatakan semua orang di sini ramah.

"Memangnya kau tidak ikut pelajaran?"

"Aku tadi dari toilet dan kurasa tak apa jika aku mengantarkan mu dulu" aku mengangguk menerima tawarannya. Dan ia benar benar mengantarkan ku ke laboratorium. Tadi sebelum ia berlalu, ia mengatakan ingin bertemu dengan ku di kantin. Baguslah, aku punya teman.







Sesampai di laboratorium, untuk yang ke dua kalinya diriku meminta maaf pada guru. Dan, ia memaafkan. Syukurlah. Aku di perintahkan duduk di samping seorang pria bersurai coklat kehitaman. Bangku di ruangan ini berbeda dengan di kelas. Di sini bangkunya untuk dua orang. Bermeja dan kursi coklat. Aku duduk di samping pria tampan ini dan mengamatinya sejenak. Geez. Bukankah dia pria yang tadi mengejar Greyson? Matilah aku. Tapi kenapa aku takut? Bukankah aku tak ada masalah dengannya. Entahlah, aku hanya takut. Aku memfokuskan pikiran ku pada pelajaran biologi dan melakukan sedikit praktik kecil menggunakan mikroskop berukuran sedang. Dengan bergantian dengan pria di sebelahku tentunya.



Selama praktik, pria di sebelahku mengajak berbicara.

"Bukankah kau yang tadi bersama Grey?" Tanyanya sembari menutup sebelah matanya dan mata satunya mengintip ke lensa mikroskop.

"Ya. Dan kau yang mengejar Greyson"

"Berubah warna" aku mencatat di selembar kertas apa yang ia sebutkan tadi. "Siapa namamu?"

Aku menggantikan posisinya untuk bergulat dengan mikroskop. "Arinda. Kau?"

"Austin"

"Sama sama berawalan huruf A. Sedikit" dan ia menuliskan apa yang ku ucapkan di selembar kertas yang tadi ku gunakan.





***





Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru kantin. Dimana gadis berambut merah itu ya? Aku ke kantin dengan Austin. Tapi ia hanya mengantarku dan katanya ia harus ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas.



"Hey.." Teriak seorang gadis dengan melambaikan tangannya padaku. Oh, itu dia gadis berambut merah. Aku segera menghampirinya dengan berlari kecil dan duduk di depannya. Ternyata ia sudah memesan makanan. Ada dua nampan makanan. Masing masing berisi sepiring spaghetti, stick kentang goreng dan jus jeruk.

"Ini untukmu" ucapnya dengan menyodorkan satu nampan yang masih lengkap. Aku mengangguk dan berterima kasih padanya. Ia baik sekali, bahkan kami belum saling kenal. Kami makan dalam diam dan setelah selesai barulah kami berbincang.



"Aku Ariana. Kelas 11.2.A. Kenalkan dirimu secara jelas please"

"Aku Arinda. Kelas 11.2.C. Aku anak dari John Mattew Rudolf dan Meilana Rudolf. Aku pindahan dari Indonesia dan sekarang ikut ayah ku ke sini. Ayah bekerja sebagai polisi dan ibu pebisnis di Indonesia. Dan aku beragama Islam. Jadi ku mohon jangan menjauhi ku karena berbeda agama" ia terkekeh mendengar penjelasanku. Apakah ada yang lucu?

"Aku tak menyangka bahwa sekolah ini ada yang berbeda agama. Tapi tidak masalah bagiku, karena kita semua berteman kan tidak memandang apapun" ia tersenyum di akhir kalimatnya.

"Umh, Ari. Bisakah kau membantuku berkeliling sekolah? Aku tak paham letak letak ruangan di sini. Tadi saja dua pelajaran aku telat karena mencari ruangannya" dia ini benar benar menggemaskan ya, masa hanya karena aku mengatakan kalimat itu dia langsung tertawa. Lihatlah betapa rendahnya selera humor seorang Ariana.

"Tentu tentu. But not now okay? Tidak cukup waktunya. Untuk sementara kau ikuti saja teman teman sekelasmu. Dan oh ya, kau kelas C bukan? Kau bisa bersama Austin dulu, ia pria yang baik. Nanti saat jam pelajaran sudah usai, aku baru bisa mengajakmu tour keliling sekolah" aku mengangguk menyetujui.







***





Aku menguap sembari mengumpulkan seluruh nyawa ku. Aku terbangun saat ponselku berdering dengan suara adzan, itu artinya sholat subuh. Di daerah perumahan elite ku sama sekali tidak ada adzan, jadi aku menggunakan ponselku sebagai tanda masuk waktu sholat. Ku langkahkan kaki ku ke dalam kamar mandi dan membasuh wajahku terlebih dahulu lalu berwudlu. Air mengalir begitu segar di tangan, wajah, mulut, hidung, puncak kepala, telinga dan kaki ku. Aku selalu senang berwudlu. Ku satukan tanganku dan berdo'a ketika selesai wudlu.



Kakiku kembali melangkah ke kamar dan mengambil mukena yang ada di atas lemari kecil ku dan memakainya. Aku mulai sholat dengan do'a do'a yang sudah ku hafal sejak kecil.



Aku melepas mukena ku ketika sholatku selesai. Betapa damainya hati ini ketika selesai melaksanakan sholat. Aku sedang berbaring di ranjangku. Ini masih sangat pagi dan sekolah ku masuk pada jam setengah 8.



Oh ya, kemarin setelah jam pelajaran benar benar usai, Ariana mengajak ku berkeliling dan aku sudah hafal semua letak masing masing ruangan. Mustahil bukan? Tapi tidak bagiku karena aku penghafal yang baik. Di Holy Cross ada 5 lantai. Lantai 1 tempat segala ruangan guru dan tempat tempat lain yang di pakai jika kegiatan itu sangat besar. Lantai 2 adalah ruangan ruangan untuk kelas 10.1 dari A sampai J dan loker loker nya serta ada juga toilet, oh ralat, setiap lantai ada toiletnya. Ah ya, ada perpustakaan juga di lantai 2 ini. Lantai 3 tempat semua ruangan praktek, ada perpustakaan juga di lantai ini namun lebih besar dari perpustakaan di lantai 2. Namun jarang ada anak anak yang ke perpustakaan ini, entah mengapa. Di lantai 4 ada ruang kelas 11.2 A sampai J beserta loker. Lantai 5 kelas 12.3 A sampai J beserta loker pula. Dan di paling atas hanya puncak tanpa atap, namun di sana sangat menyejukan dan pemandangan New Jersey sangat terlihat jelas. Indah.





Dan, Ariana memang ingin berteman denganku. Ia sangat baik dan lucu. Sedangkan Austin juga ramah dan baik. Tapi aku tak yakin Austin ingin berteman denganku, pasalnya ia sedikit dingin. Kalau Greyson, aku masih tidak tahu ia berada di kelas mana.

Aku melirik jam dan ini sudah pukul 5.30 am. Ku putuskan untuk mandi lalu setelah ini sarapan dan berangkat lalu bertemu dengan Ariana. Dia bilang saat istirahat aku harus ke kantin dan bergabung bersamanya. Ia juga ingin mengenalkan ku dengan teman temannya.





***





"Hey semuanya. Berhubung kita semua sudah berkumpul, aku akan mengenalkan teman baru ku dan mungkin akan menjadi teman kalian juga, aku berharap begitu. Semuanya, ini Arinda. Dan Arinda, perkenalkan dirimu sendiri saja" ucap Ariana saat kami semua -aku, Ariana & teman temannya- sedang berkumpul di kantin. Aku sungguh terkejut dan sedikit malu. Di sini ada Greyson. OMG! Oksigen please.

"Hai semua. Aku Arinda, aku dari Indonesia dan aku beragama Islam" ucapku malu malu. Ada beberapa anak yang terkekeh melihat wajahku yang ku rasa memerah.

"Jadi namamu Arinda. Rinda, aku Greyson. Kau ingat?" Aku mengangguk menanggapi pertanyaan Greyson. Bagaimana aku bisa lupa?

"Aku Austin. Teman sekelasmu"

"Aku kelas 11.2.E Rinda" ucap Greyson menyela. Aku kembali menganggukan kepala.

"Dasar Stupid boy, itu tidak perlu" bentak Austin lalu menjitak kepala Greyson keras. Aku meringis melihatnya.

"Sudah sudah, Arinda, aku Dakota" kata seorang gadis cantik berambut emas di samping Greyson. Apakah Dakota kekasih Greyson? Aku menciut memikirkannya.



Lalu kami mengobrol banyak di kantin dengan sedikit gurauan Greyson. Ternyata Greyson orangnya sangat humoris, aku menyuk.. Lupakan! Kami berbincang tak tahu arah hingga bel berbunyi dan kami kembali ke kelas masing masing.





***





Aku menatap pantulan diriku di cermin besar yang menyatu dengan lemari pakaian ku. Rambut hitam tergerai bebas, jepit lucu menempel di rambut, wajah berseri, dasi rapi, baju rapi dan rok yang sangat pendek. Ini membuatku sangat risih. Tapi mau tak mau aku harus mengenakan seragam ini. Holy Cross gila.





"Rinda, kau cepat turun. Kita sarapan" teriak ayah dari lantai bawah.

"Iya Daddy, aku datang" teriak ku membalas teriakan ayah. Aku menyambar tas ungu gendongku yang keren.

"Rok mu pendek sekali" tanya ayah saat aku sudah sampai di meja makan. Aku menatap diriku sendiri dan kembali mendongak.

"Aku tak tahu" aku menghendikan bahu dan ternyata ayah masih mengerti bahwa di agama ku tidak boleh mengenakan pakaian yang seperti ini. Aku juga di sekolah tidak mengenakan jilbab karena sekolah melarang. Aku duduk di kursi depan ayah dan melahap sarapanku.

"Katakan pada kepala sekolahmu, untuk memberi rok yang sedikit panjang. Setidaknya selutut" aku mengangguk dan kembali melahap sarapanku.





Aku sering kali berjalan dengan menurunkan sedikit rok pendek ku ke bawah. Aku risih ya Tuhan. Tapi entah mengapa siswa siswa di sini biasa saja memakainya. Uh, aku harus segera ke ruang kepala sekolah dan mengatakan apa yang tadi di perintah ayah.





***





Sudah genap 2 bulan aku bersekolah di Holy Cross dan aku mempunyai banyak teman. Walau yang sangat dekat denganku hanya Ariana, Dakota, Greyson dan Austin. Tapi tak apa, mereka sangat baik.



Saat aku sedang berjalan sendiri di koridor lantai 3. Tiba tiba ada yang menabrak ku dari belakang hingga aku jatuh tersungkur. Aku mendongak dan ternyata 3 gadis sialan yang sengaja menjatuhkanku. Mereka Barbara Palvin, Nina Dobrev dan Kendal Jenner. Aku tahu nama mereka dari Ariana dan Dakota. Mereka -Ariana dan Dakota- berkata bahwa Barbara and friends is their enemy. Aku tak tahu mengapa mereka mendorongku hingga jatuh. Padahal aku sama sekali tidak memiliki masalah dengan mereka, dasar calon penghuni neraka! Tunggu tunggu, mengapa aku jadi melaknat mereka. Astaghfirullah. Maafkan hambamu ya Allah.





"Oops. Maaf, aku sengaja" ucap Barbara mengejek di susul dengan suara kekehan memuakan mereka. Menyebalkan. Aku bangkit dengan menahan sedikit nyeri pada lutut kananku.

"Maaf, aku tidak ada masalah dengan kalian" balasku dengan tersenyum. Lihat, bahkan aku masih bisa tersenyum.

"Oh" ucap Kendal mencibir dan di selingi tatapan sengit mereka. Jadi ingin mencolok mata mereka saja. Tapi sayang, aku gadis baik baik.

"Maaf permisi" ucapku dengan membalikan badan dan aku merintih kesakitan saat merasakan jambakan pada rambut hitam ku. Astaga. Aku berhenti dan ternyata Barbara lah yang menarik rambutku.

"Kau.ada.masalah.dengan.ku" ancam Barbara dengan menekankan setiap kata di kalimatnya. Masalah katanya? Dia gila ku rasa. Aku terkekeh mendengar ucapannya tadi.

"Aww" rintihku saat jambakan di rambutku semakin keras. Barbara melepas kaitan tangannya pada rambutku dan menatap Nina. "Well, gadis tengil, Arinda namamu?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Memang kau tidak ada masalah dengan kami. Tapi itu kemarin kemarin. Jadi, sekarang kau ini mempunyai masalah dengan kami" ia menatapku tajam.





"Yang pertama, kau berteman dengan Ariana dan Dakota. Yang kedua, kau berdekatan dengan Austin. Yang ketiga, tadi kau melawan kami" aku tercekat mendengar penuturan konyol Nina yang bagian kedua. Apakah mereka buta? Jelas jelas aku dekat dengan Austin karena kami sekelas bukan karena cinta. Aku cinta hanya pada.. Lupakan!

"Dengar, yang pertama, aku memang berteman dengan Ariana dan Dakota. Lalu apa masalah kalian jika aku berteman dengan mereka? Merugikan bagi kalian? Kalian tidak di rugikan kok. Yang kedua, kalian tolol atau bagaimana? Aku dan Austin dekat karena kami satu kelas dan aku sama sekali tidak menyukainya. Tapi aku tahu jika kau, Barbara, kau menyukainya. Ambil saja jika kau mau, aku tidak menyukainya. Aku hanya menganggapnya sebagai sahabatku. Yang ketiga, itu karena kalian yang memulai" mereka memelototkan mata saat mendengar penjelasanku. Semakin ingin saja jari ku mencolok mata mereka.

"Dan, aku tidak takut pada kalian" imbuhku. Jujur sebenarnya aku takut. Haha. Tak apa.

"Berani beraninya kau!" Tuding Kendal padaku. Aku menyingkirkan pelan jari telunjuknya dari depan wajahku.

"Jangan kotori jari mahalmu hanya untuk melukaiku" maki ku secara tidak langsung.



Lalu mereka mendengus kasar dan pergi begitu saja dari hadapan ku. Who's care? Aku menggelengkan kepalaku dan terkekeh. Aku berani ternyata. Aku kembali melangkahkan kaki ku menuju ruang perpustakaan yang berada di lantai 3 ini. Aku hendak mengerjakan tugas ku. Kata Mrs. Chloe -guru sejarah tugas ini hanya dapat di kerjakan dengan buku buku di perpustakaan di lantai 3. Tugas masing masing anak berbeda. Sangat tidak adil jika aku yang mendapatkan tugas sesulit ini. Sialan.





Aku mengamati ruang perpustakaan ini, hanya ada satu penjaga dan beberapa siswa yang sedang mengerjakan tugas atau sekedar membaca buku. Aku meneliti setiap rak bagian buku sejarah. Dan dapat, aku menemukan 3 buah buku yang ku rasa akan cukup membantu. Aku mencari tempat duduk di bagian pojok dekat jendela. Di bagian pojong ruangan tempat ku duduk, di bagian tembok seperti bekas ada lubang galian cukup besar dan itu sangat jelas. Mungkin bekas pintu? Aku tidak perduli. Aku membaca tugas ku dan mulai mengerjakannya dengan buku buku ini. Pada saat tugas terakhir, rupanya tidak ada di 3 buku ini. Aku meninggalkan buku buku di tempat dan melangkah ke rak sejarah untuk mencari buku lainnya. Cukup lama mencari buku ini dan aku menemukannya. Aku kembali ke tempat ku tadi mengerjakan tugas dan terkejut saat menyadari bahwa buku tulis ku jatuh di lantai. Aku mengedarkan pandangan dan tidak menemukan siapa pun. Indra ke enam ku juga tidak menemukan makhluk lain. Mungkin hanya terkena angin dan jatuh. Aku mengambil buku itu dan kembali mengerjakannya.





Saat aku mengerjakan, aku seperti mendengar suara erangan seorang gadis seperti sedang di siksa. Aku kembali mengedarkan pandangan namun tidak ada siapapun. Asal suaranya sangat tidak jelas dan bulu kuduk ku meremang. Aku segera menyelesaikan tugas ini di selingi dengan suara erangan memilukan. Astaga. Keringat dingin mengucur deras dari pelipis ku dan untung saja aku sudah selesai. Aku segera membereskan buku buku ku dan mengembalikan 4 buku milik perpustakaan ini kembali di raknya. Aku segera berlari keluar perpustakaan dengan bentakan penjaga karena membuat gaduh dengan suara keras sepatuku yang bergesekan dengan lantai. Aku tidak perduli. Aku turun dari lantai 3 dan tercekat saat ada yang berlari sangat cepat di depanku. Aku kembali melangkah dengan gusar ke lantai 1. Begitu sampai di lantai 1 aku menuju gerbang dan menelpon ayah untuk segera menjemputku

2 komentar:

  1. Ini bukan ciptaan mu sendiri kan?!

    BalasHapus
  2. fuck yeah syalendra putri [www.facebook.com/syalendra.putri]
    penipu kelas kakap
    lo fikir dengan blokir gue, gue gak bisa melacak elo? cih,

    BalasHapus