Minggu, 20 April 2014

Third Floor [Part 01]

Title : Third Floor 
Genre : Horror 
Warning : Bad story


"Aku tak menyangka bahwa sekolah ini ada yang berbeda agama. Tapi tidak masalah bagiku, karena kita semua berteman kan tidak memandang apapun"











ARINDA PUTRI RUDOLF





Ini hari pertama ku sekolah di Holy Cross High School, New Jersey. Sungguh, sekolah ini sangat menakjubkan. Tapi aku juga sangat kecewa mengapa ayah memasukan ku ke sekolah ini. Seharusnya ia menghormatiku yang menganut agama Islam. Sedangkan sekolah ini saja namanya "Salib Suci". Astaga. Aku menyesal menerima ajakannya untuk sekolah di luar negeri. Ya, aku berasal dari Indonesia. Aku anak dari orang kebangsaan Indonesia dan Amerika. Tentu berbeda agama pula, Ibuku beragama Islam dan Ayahku beragama Kristen Katolik. Dan yang paling membuatku frustasi adalah bagaimana nantinya jika siswa siswi di sini tidak mau berkenalan denganku karena perbedaan agama? Oh, terkutuklah kau Ayah. Aku masih memandangi bangunan besar High School ku. Ini indah.



"Cepatlah Rinda. Ayah tak mau kau terus berdiri di depan gerbang" teriak ayah dari arah belakangku, aku tau ia masih di dalam mobil. Tanpa menjawab dan berbalik, aku langsung melenggang masuk. Aku menyusuri sekolah ini untuk mencari ruang kepala sekolah. Sekolah ini sangat luas. Sangat berbeda dengan di Indonesia. Aku akan merindukan teman teman ku di sana. Aku melenguh meratapi nasib. Setidaknya aku pandai, tak apa Rinda, kau bisa! Aku menyemangati diriku, betapa konyolnya. Aku menggenggam erat tali tas ku.



Mengapa ya, sekolah di sini tidak menggunakan seragam? Ralat, berseragam hanya hari rabu. Tidak seperti di Indonesia. Aku mulai membedakan kedua negara ini ternyata. Aku menengok ke kiri kanan saat aku tiba di pertigaan ruangan. Tanganku menunjuk arah kanan lalu bergantian ke kiri lalu menggaruk tengkuk leher ku yang tidak gatal. Harus kemana aku? Mungkin ke.. ---bruk.



"Aww.." Aku meringis merasakan nyeri pada lututku. Terkutuklah engkau orang yang menabrak ku!

"Oh, I'm sorry" ucap seorang pria sembari mengulurkan tangannya. Aku menatap wajahnya dan ---Melongo. Astaga. Tampan sekali dia. Ya Tuhan. Oksigen please!

"Hello. Are you okay?" Ucap pria ini sembari melambaikan tangannya di depan wajahku. Tapi rasanya seperti ia hendak meraih wajahku. Betapa hebatnya ilusi ku. Aku merasakan tamparan cukup keras di wajahku. Aku hanya meringis dan meraih tangannya untuk membantu berdiri.

"Are you okay?" Tanyanya mengulang. Sangat berbeda dengan pria pria di Indonesia, mereka pasti malah menertawakan ku jika mereka menabrak ku. Lupakan.

"Ya, aku baik baik saja" ucapku sembari membersihkan lututku. Lalu aku kembali menatapnya yang sedang menaikkan satu alisnya. Hey, ada apa?

"What you say?" Oh. Aku menepuk jidat ku keras.

"Oh, i'm sorry. I'm okay" balas ku dengan tersenyum malu. Bagaimana tidak malu jika aku berbicara padanya menggunakan bahasa Indonesia.





*setelah ini anggap bahasa Indonesia itu sebagai bahasa Inggris ya*





"Hey, Grey" teriak seseorang dari arah depan ku, lumayan jauh. Di susul dengan pria di depan ku menengok ke arahnya. Ia segera membalikan badannya menghadapku kembali.

"Hey, sweety. Senang bertemu dengan mu dan maaf aku harus pergi. Aku Greyson. Bye" ucapnya terburu buru lalu berlari dari ku --kurasa menghindari pria tadi. Aku kembali menatapnya dan ia semakin dekat. Entah mengapa lutut ku lemas. Ia tampan juga tapi sayang aku takut padanya.

"Hey, stupid boy! Kembali.." Teriaknya lagi dengan berlari mengejar Greyson. Tapi saat ia melewati ku, kurasa ia tersenyum padaku. Mereka ramah sekali?





Aku memutuskan untuk berjalan ke kanan dan benar saja. Saat aku sudah berjalan sekitar 5 meter terpampang papan bertuliskan "Headmaster". Aku memasuki ruang itu dengan mengucapkan permisi terlebih dahulu.

"Miss Rudolf, right?" Aku menanggapinya dengan mengangguk dan tersenyum. Ia menyuruhku duduk di depannya dengan di hadang sebuah meja penuh dengan buku.

"Kau tak apa bila bersekolah di sini dengan berbeda agama?" Ia menatapku dengan tatapan sedikit -bingung.

"Iya tak apa" ucapku meyakinkan.

"Baiklah. Ini seragam mu. Kau masuk di kelas 11.2.C. Dan ambil jadwal mu di ruang Mrs. Heyley. Ruangannya di sebelah kiri ruangan ini. Dan katakan padanya 'kosongkan jadwal agama kata Mr. Raymond'. Mengerti?" Ia kembali tersenyum ramah dan aku melenggang pergi ke ruang sebelah.







"Arinda Putri Rudolf kelas 11.2.C dan tolong kosongkan jadwal agama" ucapku pada Mrs. Hayley -kurasa. Ia tersenyum dan aku membalasnya.

"Baiklah. Tunggu beberapa menit dan aku akan kembali. Kau boleh duduk di sana" katanya dengan menunjuk sofa hijau di belakangku. Aku mengangguk dan duduk di sana. Aku merogoh kantong ku untuk mengambil ponsel. Ada satu pesan, dari Ayah.





From : Ugly John



Hey, Ugly Princess. Jika kau sudah pulang, telpon ayah dan ayah akan menjemputmu. Dan satu lagi, mulai sekarang panggil aku Daddy.





Aku tersenyum membaca pesannya. Dia memang menginginkan aku memanggilnya Daddy, tapi tak di ijinkan oleh Ibu. Kedua ibu jariku menari di atas layar iPhone ku untuk mengetikan balasan pesan ayah.



To : Ugly John



Iya, Daddy :*







Send. Sent. Aku kembali memasukan ponsel ku pada saku dan menatap meja besar milik Mrs. Hayley. Lama sekali dia. Aku memainkan kuku tangan ku dan mendongak saat ada yang menyerukan nama ku. Aku bangkit dan mengambil jadwal itu. Mengucapkan terima kasih dan keluar ruangan. Aku membaca sekilas jadwal jadwal ku. Kelas ku berada di lantai empat.



***





"Permisi. Maaf, saya terlambat" ucapku dengan membungkukan badan ketika menghadap guru di kelasku. Dan kembali tegak.

"Tak apa, Miss. Aku mengerti" balasnya dengan tersenyum dan mempersilahkan ku duduk. Aku mengedarkan pandanganku dan menemukan 2 kursi kosong. Mungkin aku memilih yang berada di bagian tengah saja. Aku mendudukan bokong ku tepat di sebuah kursi + meja berwarna putih. Seperti bangku bangku di universitas di Indonesia.





***



Aku sedang duduk sendiri di kelas. Semua orang entah kemana. Saat bel tadi berbunyi, semua keluar dan ku kira mereka ke kantin. Tapi apakah masih pagi sudah jam istirahat? Aku membuka tas punggung ku dan mengambil jadwal ku di sana. Senin Bahasa 2 jam, Biologi 2 jam, Istirahat setengah jam, teknologi 3 jam dan masih ada beberapa mata pelajaran. Banyak sekali jadwalnya. Tunggu tunggu, bukankah tadi bahasa? Lalu sekarang biologi dan.. Mengapa mereka keluar? Aku kembali membaca jadwal, meneliti dan menepuk jidatku.



Aku segera lari keluar kelas dan menuju laboratorium biologi. Tapi, di mana laboratorium itu? Ya ampun. Aku butuh denah. Aku mengamati kertas jadwal di tanganku. Tidak ada keterangan letak masing masing ruang. Di sini tidak ada siswa yang lewat ternyata, apa mungkin karena sedang pelajaran semua? Aku harus ke arah mana ya? Apakah harus membolos? Tidak mungkin. Aku bersandar pada dinding sebelah pintu kelas ku. Dan merosot begitu saja. Aku duduk dengan lutut tertekuk. Mirip gelandangan.





"Hey" sapa seorang gadis padaku. Aku mendongak dan menatapnya. Aku membalas sapaannya dan tersenyum lalu bangkit. Gadis cantik berambut merah. "Kau kenapa?" Tanyanya.

"Aku tak tau letak ruang laboratorium biologi" balasku dengan wajah cemberut. Bibirku kurasa seperti donald duck sekarang. Ia terkekeh melihat ku.

"Kau ini lucu sekali. Mau aku antarkan?" Tawarnya ramah. Memang tidak salah jika aku mengatakan semua orang di sini ramah.

"Memangnya kau tidak ikut pelajaran?"

"Aku tadi dari toilet dan kurasa tak apa jika aku mengantarkan mu dulu" aku mengangguk menerima tawarannya. Dan ia benar benar mengantarkan ku ke laboratorium. Tadi sebelum ia berlalu, ia mengatakan ingin bertemu dengan ku di kantin. Baguslah, aku punya teman.







Sesampai di laboratorium, untuk yang ke dua kalinya diriku meminta maaf pada guru. Dan, ia memaafkan. Syukurlah. Aku di perintahkan duduk di samping seorang pria bersurai coklat kehitaman. Bangku di ruangan ini berbeda dengan di kelas. Di sini bangkunya untuk dua orang. Bermeja dan kursi coklat. Aku duduk di samping pria tampan ini dan mengamatinya sejenak. Geez. Bukankah dia pria yang tadi mengejar Greyson? Matilah aku. Tapi kenapa aku takut? Bukankah aku tak ada masalah dengannya. Entahlah, aku hanya takut. Aku memfokuskan pikiran ku pada pelajaran biologi dan melakukan sedikit praktik kecil menggunakan mikroskop berukuran sedang. Dengan bergantian dengan pria di sebelahku tentunya.



Selama praktik, pria di sebelahku mengajak berbicara.

"Bukankah kau yang tadi bersama Grey?" Tanyanya sembari menutup sebelah matanya dan mata satunya mengintip ke lensa mikroskop.

"Ya. Dan kau yang mengejar Greyson"

"Berubah warna" aku mencatat di selembar kertas apa yang ia sebutkan tadi. "Siapa namamu?"

Aku menggantikan posisinya untuk bergulat dengan mikroskop. "Arinda. Kau?"

"Austin"

"Sama sama berawalan huruf A. Sedikit" dan ia menuliskan apa yang ku ucapkan di selembar kertas yang tadi ku gunakan.





***





Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru kantin. Dimana gadis berambut merah itu ya? Aku ke kantin dengan Austin. Tapi ia hanya mengantarku dan katanya ia harus ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas.



"Hey.." Teriak seorang gadis dengan melambaikan tangannya padaku. Oh, itu dia gadis berambut merah. Aku segera menghampirinya dengan berlari kecil dan duduk di depannya. Ternyata ia sudah memesan makanan. Ada dua nampan makanan. Masing masing berisi sepiring spaghetti, stick kentang goreng dan jus jeruk.

"Ini untukmu" ucapnya dengan menyodorkan satu nampan yang masih lengkap. Aku mengangguk dan berterima kasih padanya. Ia baik sekali, bahkan kami belum saling kenal. Kami makan dalam diam dan setelah selesai barulah kami berbincang.



"Aku Ariana. Kelas 11.2.A. Kenalkan dirimu secara jelas please"

"Aku Arinda. Kelas 11.2.C. Aku anak dari John Mattew Rudolf dan Meilana Rudolf. Aku pindahan dari Indonesia dan sekarang ikut ayah ku ke sini. Ayah bekerja sebagai polisi dan ibu pebisnis di Indonesia. Dan aku beragama Islam. Jadi ku mohon jangan menjauhi ku karena berbeda agama" ia terkekeh mendengar penjelasanku. Apakah ada yang lucu?

"Aku tak menyangka bahwa sekolah ini ada yang berbeda agama. Tapi tidak masalah bagiku, karena kita semua berteman kan tidak memandang apapun" ia tersenyum di akhir kalimatnya.

"Umh, Ari. Bisakah kau membantuku berkeliling sekolah? Aku tak paham letak letak ruangan di sini. Tadi saja dua pelajaran aku telat karena mencari ruangannya" dia ini benar benar menggemaskan ya, masa hanya karena aku mengatakan kalimat itu dia langsung tertawa. Lihatlah betapa rendahnya selera humor seorang Ariana.

"Tentu tentu. But not now okay? Tidak cukup waktunya. Untuk sementara kau ikuti saja teman teman sekelasmu. Dan oh ya, kau kelas C bukan? Kau bisa bersama Austin dulu, ia pria yang baik. Nanti saat jam pelajaran sudah usai, aku baru bisa mengajakmu tour keliling sekolah" aku mengangguk menyetujui.







***





Aku menguap sembari mengumpulkan seluruh nyawa ku. Aku terbangun saat ponselku berdering dengan suara adzan, itu artinya sholat subuh. Di daerah perumahan elite ku sama sekali tidak ada adzan, jadi aku menggunakan ponselku sebagai tanda masuk waktu sholat. Ku langkahkan kaki ku ke dalam kamar mandi dan membasuh wajahku terlebih dahulu lalu berwudlu. Air mengalir begitu segar di tangan, wajah, mulut, hidung, puncak kepala, telinga dan kaki ku. Aku selalu senang berwudlu. Ku satukan tanganku dan berdo'a ketika selesai wudlu.



Kakiku kembali melangkah ke kamar dan mengambil mukena yang ada di atas lemari kecil ku dan memakainya. Aku mulai sholat dengan do'a do'a yang sudah ku hafal sejak kecil.



Aku melepas mukena ku ketika sholatku selesai. Betapa damainya hati ini ketika selesai melaksanakan sholat. Aku sedang berbaring di ranjangku. Ini masih sangat pagi dan sekolah ku masuk pada jam setengah 8.



Oh ya, kemarin setelah jam pelajaran benar benar usai, Ariana mengajak ku berkeliling dan aku sudah hafal semua letak masing masing ruangan. Mustahil bukan? Tapi tidak bagiku karena aku penghafal yang baik. Di Holy Cross ada 5 lantai. Lantai 1 tempat segala ruangan guru dan tempat tempat lain yang di pakai jika kegiatan itu sangat besar. Lantai 2 adalah ruangan ruangan untuk kelas 10.1 dari A sampai J dan loker loker nya serta ada juga toilet, oh ralat, setiap lantai ada toiletnya. Ah ya, ada perpustakaan juga di lantai 2 ini. Lantai 3 tempat semua ruangan praktek, ada perpustakaan juga di lantai ini namun lebih besar dari perpustakaan di lantai 2. Namun jarang ada anak anak yang ke perpustakaan ini, entah mengapa. Di lantai 4 ada ruang kelas 11.2 A sampai J beserta loker. Lantai 5 kelas 12.3 A sampai J beserta loker pula. Dan di paling atas hanya puncak tanpa atap, namun di sana sangat menyejukan dan pemandangan New Jersey sangat terlihat jelas. Indah.





Dan, Ariana memang ingin berteman denganku. Ia sangat baik dan lucu. Sedangkan Austin juga ramah dan baik. Tapi aku tak yakin Austin ingin berteman denganku, pasalnya ia sedikit dingin. Kalau Greyson, aku masih tidak tahu ia berada di kelas mana.

Aku melirik jam dan ini sudah pukul 5.30 am. Ku putuskan untuk mandi lalu setelah ini sarapan dan berangkat lalu bertemu dengan Ariana. Dia bilang saat istirahat aku harus ke kantin dan bergabung bersamanya. Ia juga ingin mengenalkan ku dengan teman temannya.





***





"Hey semuanya. Berhubung kita semua sudah berkumpul, aku akan mengenalkan teman baru ku dan mungkin akan menjadi teman kalian juga, aku berharap begitu. Semuanya, ini Arinda. Dan Arinda, perkenalkan dirimu sendiri saja" ucap Ariana saat kami semua -aku, Ariana & teman temannya- sedang berkumpul di kantin. Aku sungguh terkejut dan sedikit malu. Di sini ada Greyson. OMG! Oksigen please.

"Hai semua. Aku Arinda, aku dari Indonesia dan aku beragama Islam" ucapku malu malu. Ada beberapa anak yang terkekeh melihat wajahku yang ku rasa memerah.

"Jadi namamu Arinda. Rinda, aku Greyson. Kau ingat?" Aku mengangguk menanggapi pertanyaan Greyson. Bagaimana aku bisa lupa?

"Aku Austin. Teman sekelasmu"

"Aku kelas 11.2.E Rinda" ucap Greyson menyela. Aku kembali menganggukan kepala.

"Dasar Stupid boy, itu tidak perlu" bentak Austin lalu menjitak kepala Greyson keras. Aku meringis melihatnya.

"Sudah sudah, Arinda, aku Dakota" kata seorang gadis cantik berambut emas di samping Greyson. Apakah Dakota kekasih Greyson? Aku menciut memikirkannya.



Lalu kami mengobrol banyak di kantin dengan sedikit gurauan Greyson. Ternyata Greyson orangnya sangat humoris, aku menyuk.. Lupakan! Kami berbincang tak tahu arah hingga bel berbunyi dan kami kembali ke kelas masing masing.





***





Aku menatap pantulan diriku di cermin besar yang menyatu dengan lemari pakaian ku. Rambut hitam tergerai bebas, jepit lucu menempel di rambut, wajah berseri, dasi rapi, baju rapi dan rok yang sangat pendek. Ini membuatku sangat risih. Tapi mau tak mau aku harus mengenakan seragam ini. Holy Cross gila.





"Rinda, kau cepat turun. Kita sarapan" teriak ayah dari lantai bawah.

"Iya Daddy, aku datang" teriak ku membalas teriakan ayah. Aku menyambar tas ungu gendongku yang keren.

"Rok mu pendek sekali" tanya ayah saat aku sudah sampai di meja makan. Aku menatap diriku sendiri dan kembali mendongak.

"Aku tak tahu" aku menghendikan bahu dan ternyata ayah masih mengerti bahwa di agama ku tidak boleh mengenakan pakaian yang seperti ini. Aku juga di sekolah tidak mengenakan jilbab karena sekolah melarang. Aku duduk di kursi depan ayah dan melahap sarapanku.

"Katakan pada kepala sekolahmu, untuk memberi rok yang sedikit panjang. Setidaknya selutut" aku mengangguk dan kembali melahap sarapanku.





Aku sering kali berjalan dengan menurunkan sedikit rok pendek ku ke bawah. Aku risih ya Tuhan. Tapi entah mengapa siswa siswa di sini biasa saja memakainya. Uh, aku harus segera ke ruang kepala sekolah dan mengatakan apa yang tadi di perintah ayah.





***





Sudah genap 2 bulan aku bersekolah di Holy Cross dan aku mempunyai banyak teman. Walau yang sangat dekat denganku hanya Ariana, Dakota, Greyson dan Austin. Tapi tak apa, mereka sangat baik.



Saat aku sedang berjalan sendiri di koridor lantai 3. Tiba tiba ada yang menabrak ku dari belakang hingga aku jatuh tersungkur. Aku mendongak dan ternyata 3 gadis sialan yang sengaja menjatuhkanku. Mereka Barbara Palvin, Nina Dobrev dan Kendal Jenner. Aku tahu nama mereka dari Ariana dan Dakota. Mereka -Ariana dan Dakota- berkata bahwa Barbara and friends is their enemy. Aku tak tahu mengapa mereka mendorongku hingga jatuh. Padahal aku sama sekali tidak memiliki masalah dengan mereka, dasar calon penghuni neraka! Tunggu tunggu, mengapa aku jadi melaknat mereka. Astaghfirullah. Maafkan hambamu ya Allah.





"Oops. Maaf, aku sengaja" ucap Barbara mengejek di susul dengan suara kekehan memuakan mereka. Menyebalkan. Aku bangkit dengan menahan sedikit nyeri pada lutut kananku.

"Maaf, aku tidak ada masalah dengan kalian" balasku dengan tersenyum. Lihat, bahkan aku masih bisa tersenyum.

"Oh" ucap Kendal mencibir dan di selingi tatapan sengit mereka. Jadi ingin mencolok mata mereka saja. Tapi sayang, aku gadis baik baik.

"Maaf permisi" ucapku dengan membalikan badan dan aku merintih kesakitan saat merasakan jambakan pada rambut hitam ku. Astaga. Aku berhenti dan ternyata Barbara lah yang menarik rambutku.

"Kau.ada.masalah.dengan.ku" ancam Barbara dengan menekankan setiap kata di kalimatnya. Masalah katanya? Dia gila ku rasa. Aku terkekeh mendengar ucapannya tadi.

"Aww" rintihku saat jambakan di rambutku semakin keras. Barbara melepas kaitan tangannya pada rambutku dan menatap Nina. "Well, gadis tengil, Arinda namamu?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Memang kau tidak ada masalah dengan kami. Tapi itu kemarin kemarin. Jadi, sekarang kau ini mempunyai masalah dengan kami" ia menatapku tajam.





"Yang pertama, kau berteman dengan Ariana dan Dakota. Yang kedua, kau berdekatan dengan Austin. Yang ketiga, tadi kau melawan kami" aku tercekat mendengar penuturan konyol Nina yang bagian kedua. Apakah mereka buta? Jelas jelas aku dekat dengan Austin karena kami sekelas bukan karena cinta. Aku cinta hanya pada.. Lupakan!

"Dengar, yang pertama, aku memang berteman dengan Ariana dan Dakota. Lalu apa masalah kalian jika aku berteman dengan mereka? Merugikan bagi kalian? Kalian tidak di rugikan kok. Yang kedua, kalian tolol atau bagaimana? Aku dan Austin dekat karena kami satu kelas dan aku sama sekali tidak menyukainya. Tapi aku tahu jika kau, Barbara, kau menyukainya. Ambil saja jika kau mau, aku tidak menyukainya. Aku hanya menganggapnya sebagai sahabatku. Yang ketiga, itu karena kalian yang memulai" mereka memelototkan mata saat mendengar penjelasanku. Semakin ingin saja jari ku mencolok mata mereka.

"Dan, aku tidak takut pada kalian" imbuhku. Jujur sebenarnya aku takut. Haha. Tak apa.

"Berani beraninya kau!" Tuding Kendal padaku. Aku menyingkirkan pelan jari telunjuknya dari depan wajahku.

"Jangan kotori jari mahalmu hanya untuk melukaiku" maki ku secara tidak langsung.



Lalu mereka mendengus kasar dan pergi begitu saja dari hadapan ku. Who's care? Aku menggelengkan kepalaku dan terkekeh. Aku berani ternyata. Aku kembali melangkahkan kaki ku menuju ruang perpustakaan yang berada di lantai 3 ini. Aku hendak mengerjakan tugas ku. Kata Mrs. Chloe -guru sejarah tugas ini hanya dapat di kerjakan dengan buku buku di perpustakaan di lantai 3. Tugas masing masing anak berbeda. Sangat tidak adil jika aku yang mendapatkan tugas sesulit ini. Sialan.





Aku mengamati ruang perpustakaan ini, hanya ada satu penjaga dan beberapa siswa yang sedang mengerjakan tugas atau sekedar membaca buku. Aku meneliti setiap rak bagian buku sejarah. Dan dapat, aku menemukan 3 buah buku yang ku rasa akan cukup membantu. Aku mencari tempat duduk di bagian pojok dekat jendela. Di bagian pojong ruangan tempat ku duduk, di bagian tembok seperti bekas ada lubang galian cukup besar dan itu sangat jelas. Mungkin bekas pintu? Aku tidak perduli. Aku membaca tugas ku dan mulai mengerjakannya dengan buku buku ini. Pada saat tugas terakhir, rupanya tidak ada di 3 buku ini. Aku meninggalkan buku buku di tempat dan melangkah ke rak sejarah untuk mencari buku lainnya. Cukup lama mencari buku ini dan aku menemukannya. Aku kembali ke tempat ku tadi mengerjakan tugas dan terkejut saat menyadari bahwa buku tulis ku jatuh di lantai. Aku mengedarkan pandangan dan tidak menemukan siapa pun. Indra ke enam ku juga tidak menemukan makhluk lain. Mungkin hanya terkena angin dan jatuh. Aku mengambil buku itu dan kembali mengerjakannya.





Saat aku mengerjakan, aku seperti mendengar suara erangan seorang gadis seperti sedang di siksa. Aku kembali mengedarkan pandangan namun tidak ada siapapun. Asal suaranya sangat tidak jelas dan bulu kuduk ku meremang. Aku segera menyelesaikan tugas ini di selingi dengan suara erangan memilukan. Astaga. Keringat dingin mengucur deras dari pelipis ku dan untung saja aku sudah selesai. Aku segera membereskan buku buku ku dan mengembalikan 4 buku milik perpustakaan ini kembali di raknya. Aku segera berlari keluar perpustakaan dengan bentakan penjaga karena membuat gaduh dengan suara keras sepatuku yang bergesekan dengan lantai. Aku tidak perduli. Aku turun dari lantai 3 dan tercekat saat ada yang berlari sangat cepat di depanku. Aku kembali melangkah dengan gusar ke lantai 1. Begitu sampai di lantai 1 aku menuju gerbang dan menelpon ayah untuk segera menjemputku

Believe [ONE SHOOT]

Title : Believe
Genre : Scared, Promise, Romance 
Warning : Bad story, typo, no space
Playsound : As long as you love me


“Iya... Aku akan segera berangkat…. Tunggu,aku takkan lama”

Suara itu kembali terucap. Seorang lelakibertubuh kekar, bermata hazel dengan rambut coklat blonde khasnya itu dengansigap langsung mengakhiri percakapan mereka dibalik telepon. Justin. Lelaki itumengeluarkan sebuah mobil ferari hitamnya dari garasi. Langsung saja Justinmelesat pergi meninggalkan studio itu untuk menjemput kekasihnya.

Lissa P.O.V
“aku percaya padamu. aku akan menunggumusampai kau datang” ucapku mengakhiri percakapan. Aku keluar dari ruang teater kampus laluberjalan menyusuri koridor. Sampai didepan, aku menunggu duduk di sebuahbangku.

Tangan tangan kecilku ini tak hentihentinya memainkan i-Phone. Saat ini aku masih menunggu Justin. Ku lirik jamtangan sudah menunjukkan pukul 4 sore.

“Hey nona cantik” ucap dua lelaki bertubuhbesar. Mereka mendekati ku. Mengeluarkan sebuah pisau yang terlihat amat tajamdi kedua mataku. Aku hanya diam tak bergeming, merubah posisi menjadi berdiri.

“Siapa kau!!? jauhkan pisau itu dariku!”Aku mulai angkat bicara. Ku masukkan i-Phone kedalam kantong celana jeansku. Kumencoba berjalan menjauh sedikit demi sedikit.

“Jangan takut. Aku takkan menyakitimuHAHAHA” ku tatap dengan tajam kedua sosok lelaki itu. Tuhan, tawa kerasnyasangat menakutkan.

Justin aku takut disini sendiri. Ku harapkau cepat datang. ucapku dalam hati.Aku semakin ketakutan. Tubuh ini rasanya ingin berlari namun tulang tulang ditubuh ini terasa kaku. Seluruh tubuhku gemetar. Rasanya aku ingin berteriaksekencang kecangnya. Justin… Aku membutuhkanmu !!! :’( :(

Justin P.O.V
Mobil ini kulajukan lebih cepat daribiasanya. Rasanya tidak enak sekali ada yang mengganjal dalam hati. Aku takutterjadi apa apa padamu Lissa.  Kulihatdua sosok lelaki berbadan besar mendekati Lissa. Rasa khawatir muncul dalamhati. Dan tanpa ba-bi-bu langsung saja ku berlari menghampirinya.

“Justin! Tolong akuuu!"Teriak gadis itu ketakutan. Air mata yang dibendung tidak dapat ia tahan danmenetes pada pipi Lissa.

“HAHAHA. Kau bodoh sekali. Ditempat sepiini mana a----“ belum selesai berbicara, lelaki itu sudah dapat satu tonjokandari Justin. Lissa yang ketakutan pun berlari menghindar.

"rupanya kau belum puas dengan pukulan ini hah!"
Bukkk….
Aku telah menghabisi hingga mereka jatuhtergeletak. Oh Lissa. Maafkan, maafkan aku terlambat menjemputmu hinggaterjadi seperti ini.

“Lissa” Justin menghampirinya. Memeluktubuh kekasihnya itu dengan erat.
“maafkan aku. Apa kau marah padaku? Apakahada yang luka? Ku harap kau baik baik saja” bisik Justin dengan lontaranpertanyaan penuh rasa penyesalan.

“Aku baik baik saja. Just, jangan kaupernah pergi dariku. Aku takut disini sendirian” lanjutnya

“Sampai kapanpun, dimanapun kau selalu adadisampingku” dengan perlahan lahan tangan Justin mengusap air mata yang mengalir pada pipi putih gadis itu, kekasihnya. Mata hazelnya tak henti hentinya menatap kedua mata kekasihnya.
“Jadi percayalah padaku. Aku masih tetapdisini. bersamamu” Justin menarik tangan kanan Lissa dan ditempelkan didadakirinya

“I believe in you Bieber” mereka puntersenyum bersama dan kembali pulang

Sabtu, 19 April 2014

Standing For You [2 SHOOT]


Title : Standing for You 
Genre : Sad, romance
Warning : Bad story, typo 
Playsound: That should be me


Sakit. Itulah yang aku rasakan saat melihat dirinya dengan wanita lain.

Sampai kapan aku harus memendam semua ini?
Pertanyaan itu melekat di otakku.

Inilah aku seorang Dakota rose. Seorang wanita cuek dan dingin, namun siapa yang tau kalau aku sedang memperhatikan seseorang yang terus menyakiti hatiku walau dia tidak sadar melakukan hal itu.

Inilah kisah drama dalam hidupku....

***
"Rose, apa kau ingin pulang bersamaku?" Tanya temanku. Ariana.

"Tidak." Jawabku singkat.
"Well baiklah, kalau begitu aku pulang duluan ya. Bye". Ariana. Aku hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman.

Tap..Tap..
Saat aku berjalan sendiri di lorong ini aku mendengar suara canda tawa dari belakangku. Karena rasa penasaran yang besar aku menoleh ke belakang.

Aku terkejut. Aku membeku ditempat. Aku menatanya nanar.

(I'm broken, do you hear me?
I'm blinded, cause you're everything I see)

Waktu terasa sangat lambat saat aku melihatnya sedang berjalan dengan pacarnya. Selena. Ya, nama wanita di sebelahnya adalah Selena Marie Gomez. Mereka bermesraan, tertawa serta bercanda berdua di hadapanku.
Saat mereka melewatiku aku hanya diam menatap pilu ke arah dirinya.

Dia menoleh ke arahku di saat selena sedang sibuk dengan acara tertawanya.
Dia mentapku sambil terus berjalan kemudian di tersenyum manis ke arahku dan berlalu dari hadapanku.

A-apa?
Di-dia tersenyum kepadaku?. Pertanyaan itu terus mengusik pikiranku serta keyakinan yang kecil kalau dia tersenyum untukku.

1 minute later...

Aku segera melangkahkan kakiku keluar dari area universitas ke arah rumah. Sambil sesekali tersenyum mengingat moment yang terjadi tadi. Serasa semua sakit yang aku terima telah tergantikan dengan senyuman manis darinya..
###


3 days later....

Aku duduk di taman ini sendiri..
Semakin hari semakin banyak perasaan sakit yang ku dapat darinya.
Aku ingat disaat aku ingin ke taman dekat rumahku dan aku melihat dirinya sedang berciuman dengan selena.

Aku termenung di taman ini, memikirkan semua kenyataan pahit yang ku dapat darinya.

Dia sudah punya selena dan dia begitu mencintainya. Aku rasa aku tidak bisa terlalu lama bertahan. Pikirku.

Aku menunduk menatap tanah dengan tatapan kosong dan bayang-bayang dirinya yang begitu aku cintai sedang bermesraan dengan wanita lain.

Testes..
Airmata yang sudah ku tahan sejak lama akhirnya keluar. Mungkin aku memang bodoh. Untuk apa menangisinya? Toh dia tidak peduli. Dia juga tidak tahu aku sedang menangisinya disini.


Tapi...
Tidakkah itu menyakitan?
Bisakah dia berpaling dan melihatku yang setia menunggunya?
Apakah dia tidak merasakan cintaku?
Apakah hanya ada selena di hidupnya sehingga dia tidak melihat sisinya?
Kapan aku bisa menggantikan posisi selena?
Menggantikan posisi selena di hatinya?
Masihkah ada tempat untukku di hatinya? Masihkah ada celah?

Beribu-ribu pertanyaan selalu muncul, namun sayang pertanyaan itu belum juga terjawab.

Aku sudah tidak kuat memendam perasaan ini terus dan memendam semua sakit yang ku dapat. Pikirku.

Aku hapus airmataku dengan kasar.

"Apakah aku harus memberi tahunya tentang perasaanku?
Ah tidak bagaimana jika dia menolakku? Oh aku harus mengambil resi--"

"Mengambil apa?" Potong seseorang yang sudah duduk di bangku taman university ini. Ah tidak lebih tepatnya, 'DUDUK DISEBELAHKU'

Aku sontak kaget dan menoleh.

Mataku membulat.
D-dia disini, tepat di sebelahku.
"J-Justin". Gumamku tak percaya.
Bibirku serasa kelu untuk membicarakan semuanya.
Dia merapikan rambutnya.
Menyebarkan pesonanya yang luar biasa.

Waktu serasa di frezz..
Dag-dig-dug..
Jantungku berdegup kencang saat melihatnya.
Merasa di perhatikan dia menatapku.

Justin. Justin drew bieber. Dia adalah pria yang kumaksud selama ini.

"Kau tidak apa-apa?" Tanyanya.
"Eh.. I'm fine." Jawabku gugup, karena baru pertama kali aku berdekatan dengannya.

"Apa kau habis menangis" tanyanya.

Aku memaku ditempat, menatapnya dengan tatapan kosong.

Aku segera mengalihkan pandanganku dan menatap lurus kedepan.
"Apa pedulimu?" Ketusku. Sifatku berubah menjadi sifat asliku saat mengingat dia telah mempunyai selena.

Dia terdiam.
Hening.. Itulah suasana di antara kami.

"Aku.... Mencintaimu" ucapku lirih pada kalimat terakhir agar dia tidak bisa mendengarnya. Entahlah kalimat itu telontar begitu saja dari bibirku.

Bodoh, kenapa aku malah mengucapkan kata-kata itu? Menyedihkan sekali. Aku tau pasti dia akan menolakku. pikirku

"................" Dia terdiam dan menatapku.
Aku menoleh dan menatapnya, kemudian aku menghembuskan nafas beratku.

Aku sudah kira bahwa dia tidak mungkin membalas cintaku. Dia sangat mencintai selena. Pikirku.

Aku menunduk dan beranjak untuk bangkit, namun tanganku di cegah olehnya...

Aku membeku di tempat, jantungku berdegup cepat dan darahku serasa mengalir dengan cepat. Aku masih diam, menunggunya berbicara.

"Maaf-----"
"Aku sudah tau jawabanmu." Potongku.
Aku berbalik dan tersenyum pahit ke arahnya.

Dia berdiri dan memelukku.

kenapa dia memelukku? oh tuhan jika ini mimpi jangan bangunkan aku dan jika ini nyata, kumohon hentikan waktu. Ucapku dalam hati.

Aku membalas pelukkannya. Aku peluk dia dengan erat. Aku memejamkan mataku, menghirup aroma tubuhnya dan menyimpan jelas aroma ini di otakku.
Aku melepaskan pelukannya. Dia menatapku nanar, aku tersenyum pahit dan berlalu dari hadapannya.

Aku harus pergi untuk melupakannya. Aku tidak bisa terus begini. Pikirku.

Jumat, 18 April 2014

Dream's Come True [ONE SHOOT]

Title : Dream's Come True
Genre : Romance , world of entertainment , Hurt 
Warning: Bad story, Bad words , typo 

Annabella Dicker POV

Mimpiku akan menjadi kenyataan, semua mimpiku sebentar lagi akan menjadi nyata. Malam ini aku akan menonton konser seorang superstars yang selalu dipuji-puji ketampanannya. yaitu, justin bieber. Aku termaksud fans yang beruntung di negera ini karna bisa melihat secara langsung konser sang superstars, karna di satu negara perancis ini tidak semua beliebers bisa menonton secara live believe tour. Untung saja acaranya disatu kota dengan tempat aku tinggal di paris jadi aku tidak akan mengandalkan annita -teman satu kamarku- untuk mengantarkanku dengan motor bututnya ke konser justin, pasti dia akan meminta yang macam-macam kepadaku sebagai ongkos jalan. Lebih baik aku jalan kaki saja sambil olahraga sedikit dan hemat uang, tempat konser dengan apartment ku tidak terlalu jauh hanya memakan waktu 20 menit saja kalau aku berjalan kaki.

"Annita aku pergi dulu, jangan lupa kau memberi makan syino dan nanti malam kau akan aku belikan makanan sebagai bayaran karna mau mengurus syino selama aku pergi." ucapku panjang lebar kepada annita, syino itu adalah anjing kesayanganku, dan annita adalah gadis pemalas untuk hal sepele itu.

"Aku tau" ku lihat annita memutarkan bola matanya dengan jengah atas ucapanku tadi.

"Baiklah aku jalan , sampai jumpa" kututup kembali pintu kamar apartment ku dan annita, apartment ku dan dia tidak terlalu luas dan mewah. Sederhana dan hanya memiliki 2 kamar dan 3 kamar madi yang dua terletak dikamar kita masing-masing dan yang satu lagi di dekat dapur. Dapurku juga tidak terlalu luas hanya bisa muat 5 orang saja didalamnya. Tetapi kurasa untukku dan annita itu sudah lebih dari cukup.

***

Aku berjalan dengan santai dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahku. Aku sangan bahagia bisa menonton secara live penampilan idola yang sangat kucintai itu, ternyata tidak sia-sia aku menabung selama 3 tahun untuk ini bisa tercapai. aku bisa membeli tiket konser walaupun bukan VVIP tetapi aku juga bisa membeli tiket M&G nya dia, oh, sungguh aku sangat tidak sabar untuk jam 7 pm nanti, kulihat kearah pergelangan tanganku dan melihat jam tangan yang bertender dilenganku kulihat jarum pendeknya yang berada di angka 4 dan jarum panjangnya yang tepat berada diangkat 12 dan aku harus menunggu salama 3 jam lagi.

Sesampainya aku di depan gedung Le Zenith kulihat banyak sekali beliebers yang berada dalam satu tempat ini, dan hampir semuanya perempuan. Betapa sempurnanya justin yang setiap hari selalu dipuji-puji wanita cantik diseluruh dunia, kulihat masing-masing mereka ada yang memakai baju yang bertulisan justin bieber, never say never, beliebers dan lain-lain tidak cuman baju ada topi dan jaget yang bertulisan atau warna yang berkaitan dengan justin.

Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore dan masih tinggal 2 jam lagi, aku harus sabar menunggu dan kupilih untuk duduk santai terlebih dahulu dibangku panjang depan gedung le zenith, kududukan bokongku dibangku dan mencoba untuk merileks-kan seluruh badanku "hei.." aku mendengar suara lembut seperti suara perempuan disebelah kananku, ku putar kepalaku kearah sumber suara itu dan melihat gadis cantik yang memiliki bola mata biru cerah dan rambut sewarna denganku. Dia meberikan senyuman manisnya kepadaku dan kubalas dengan senyumanku kepadanya.

"ya" aku tidak menghilangkan senyumanku ini dari wajahku kalau boleh jujur aku sangat suka dengan tersenyum karna kata orang-orang tersenyum akan mengawet mudakan wajahku sewaktu aku tua nanti.

"apakah aku boleh duduk disebelahmu itu ?" dia bertanya sambil menunjuk bangku kosong pas disebelahku. aku mengangguk dan dia berjalan ke arah samping kiriku dan menjatuhkan bokongnya di bangku itu.

"apakah kau disini hanya seorang diri?" tanyanya dengan alis sebelah kirinya dinaikkan.
"seperti yang kau lihat" dia tersenyum medengar jawabanku.
"whoaaa.... sama sepertiku, akhirnya aku mendapatkan teman disini" ujarnya dengan nada yang terdengar bahagia.
"oh ya aku lupa, perkenalkan aku mia simpson, kamu?" dia mengulurkan tangannya kearahku untuk berjabat tangan sebagai salam perkenalan kami.
"annabella dicker, anna" ku ambil pergelangan tangannya untuk berjabat tangan denganku, kami saling melempar senyuman satu sama lain untuk awal yang baik.

***
                                         Author’s POV

Konser sudah mulai 1 jam yang lalu, anna dan mia sangat menikmati lagu yang dinyanyikan justin dan saat ini justin sedang menyanyikan lagu boyfriend nya. Semua beliebers di gedung ini saling menjeritkan nama justin dan ada juga yang menangis bahagia bisa melihat indolanya dengan dekat dan bisa mendengar suaranya secara langsung itu sangat membahagiakan.

anna merasakan ada yang menepuk pundaknya selama 2 kali, dia memutar kepalanya dan matanya menyipit dengan bingung. "ikuti aku sekarang" wanita paruh baya itu memberikan perintah kepada anna dengan snyuman manisnya, anna tidak bergerak sedikitpun karna bingung dan takut. Dia tidak mengenal orang ini sama sekali tetapi dia sudah menyuruh ada untuk mengikutinya. "aku akan memberikan kamu kejutan , percayalah padaku dan kau pasti tidak akan melupakan malam ini" wanita paruh baya itu membuka suaranya lagi memberi keyakinan kepada anna, tidak tau pengaruh darimana anna mulai mengikuti wanita itu yang berjalan menuju pintu kayu yang lebar, wanita itu membuka pintunya dan saat itu juga anna tersentak kaget , mulutnya terbuaka seperti huruf 'O' anna diam terpaku melihat sekeliling tempatnya berada.

"apakah aku--"
"ya kau akan menjadi ollg di paris malam ini"
"WHAT?!!!" anna sangat kaget mendengar pernyataan wanita paruh baya yang didepannya kini.
"dari pada terlambat mendingan kita lanjutkan perjalanan kita saat ini"

***

Sekarang anna sedang berdiri di balik tirai hitam, kakinya sangat bergetar karna tidak lama lagi dia akan memasuki tirai hitam itu dan duduk ditengah pangggung di tontong banyak orang sekaligus bisa bertemu langsung denga justin, dalam hati anna berteriak senang dan dia tidak sabar untuk menceritakan ini kepada annita nanti.

"masuklah sekarang!!" teriak antusiasnya wanita paruh baya yang tadi mengajakku ketempat paling ditinggu-tunggu beliebers seluruh dunia.

Anna sekarang sudah berada diatas panggung dan disambut oleh dancer justin, anna dituntung untuk ketengah panggung dan duduk dibangu yang sudah disiapkan, anna melihat justin sedang menari-menari didepannya. Justin pun memutarkan tubuhnya untuk melihat siapakah One Less Lonely Girl nya malam ini, justin pun terkagum dengan wajah cantik ollg nya malam ini dia sempat diam tidak melanjutkan lirik lagunya dan membuat dahi anna yang terlihat lipatan kasar disana. Lengan justin pun disenggol oleh dancernya dan dia tersadarkan kembali dari kekagumannya itu, dia sempat salah tingkah dan sedikit salah dengan liriknya. Tetapi justin langsung membiasakan dirinya kembali, dia berdiri dibelakangnya anna dan memeluk anna dari belakang justin sempat merasakan hatinya berdebar sangat kencang, dia merasa aneh tidak biasanya dia gemetar memeluk fansnya, tetapi waktu justin memeluk anna dia sangat gemetar dan hatinya berdetak sangat kencang.

selesainya justin menyelesaikan lagunya dia juga tidak lupa menanyakan nama ollgnya malam ini "what's your name?" dia tatap bola matanya anna dan hatinya makin tidak karuan berdetak. "anna" nama yang bagus, batin justin.

"okay give a applause for anna" justin menarik tangannya anna untuk kembali kebelakang panggung, sesampainya dibelakang pangkung justin sama sekali tidak melepaskan kaitan tangannya justru dia makin mengeratkan tangannya dengan tangan anna.

"justin kau bisa lepaskan tangannya sekarang dan cepatlah ganti bajumu kau akan tampil 15 menit lagi" suara itu spontan melepaskan tangan justin dengan anna, tetapi justin bukannya langsung menuruti perintah pria itu tetapi dia justru menyuruhnya pergi meninggalkan anna dena justin.

"anna" panggil justin dengan sangat ragu.
"ya" jawab anna dengan sedikit gemetar ini mimpinya yang menjadi kenyataan.
"kau tungguku disini saja, kau bisa duduk dikursi itu, tunggu aku sampai konserku selesai. ya kira-kira 30 menit lagi, maukah kau?" anna mengangguk cepat , dia tidak akan menolak dan dia kali ini tidak peduli dengan keberadaan mia yang pasti sudah menunggunya diluar sana.

"okey" justin memeluk anna sekilas dan langsung lari ketempat ruang ganti, anna tersentak atas perbuatan justin barusan dan tiba-tiba saja pipinya bersemu merah.

***

Justin Bieber POV

Dulu aku sangat tidak percaya pada 'cinta pandangan pertama' kukira itu adalah kata-kata konyol tetapi kali ini aku sangat percaya sama kalimat itu dengan berpandangan pertama kali dengan gadis ini -anna- aku menyukainya dan tertarik kepadanya, kukira aku akan mendekatinya dan memacari seorang belieber ku ini.

"tunjukan saja dimana rumahmu ann" sekarang aku dan dia -anna- sedang berada didalam mobil ku ini, konser sudah selesai dan berjalan dengan baik, anna masih setia menungguku ditempat kusuruh tadi.

"tidak jauh dari sini, lurus aja nanti pas pertigaan belok kiri dan disekitar situ tempatku tinggal"

Aku mengangguk, dan selama perjalanan menuju rumahnya kami saling becanda, menanyakan tentang kepribadian masing-masing. Sesampainya dirumah anna kami tetap saling mengobrol dan aku juga tidak lupa meminta nomor ponselnya dia, selama aku bersamanya aku merasakan kenyamanan dan kehangatan. Kurasa aku sudah menyayanginya oh bakan mencintainya.

kutau ini sangat cepat tapi sungguh aku sudah mencintainya sejak pandangan pertama ku dengannya, anna tidak berhenti tertawa karna leluconku barusan. Dan sekarang saatnya justin, batinku pun selalu bertakata seperti itu.

"anna"
"iya justin?"
"aku--" sunggu ini sangat sulit. Kulihat anna sangat bingung atas ucapanku yang sangat gugup ini.
"ada apa just?" kulihat dia sangat khawatir karna aku tidak melanjutkan ucapanku dan aku juga sedikit berkeringat padahal udara disini sangat dingin.

....

 Author’s POV

"aku..... aku.... aku mencintaimu an, kutau ini terlalu cepat tetapi aku sangat nyama berada disebelahmu, aku sangat nyaman mendengar suaramu dan tawamu itu sangat membuatku nyaman ann. Ku akui cinta ku belum sebesar apapun tetapi aku selalu ingin memilikimu ann, itu selalu menganggu pikiranku dan sekarang aku curahkan semua isi hatiku, aku tidak peduli dengan status ekonomimu dan aku juga tidak peduli dengan kauadalah beliebersku. Aku mencintaimu an, apakah mempunyai perasaan yang sama denganku?"

anna sangat tidak percaya apa yang baru saja dia dengar, dia tidak percaya bahwa mimpinya selama ini menjadi kenyataan, dia sangat mencintai justin melebihi apapun.

"aku juga mencintaimu just"

"maukah kau menjadi kekasihku? kita lewati hari-hari bersama dan saling melengkapi satu sama lain"

anna tidak peduli kalau ini sangat cepat untuk menyurahkan hati padahal dia dan justin baru saling kenal beberapa jam yang lalu tetapi dikedua bola mata justin dia tidak melihat kebohongan dan keraguan.

"aku sangat mau just"

justin tersenyum bahagia mendegar ucapan gadi didepan nya yang sekarang menajadi miliknya saat ini juga, justin langsung memeluk anna dan langsung mencium bibir ana dengan lembut anna pun membalasnya dengan lembut, tetapi satu pikiran yang mengagetkan anna dan saat itu juga langsung melepaskan ciuman mereka.

"ada apa ?" tanya justin dengan heran karna melihat anna yang terlihat sangat takut dan kaget.

"aku lupa membelikan makan untuk annita, teman satu kamarku"

"baiklah-baiklah akan ku antar ya sambil mengenal lebih dalam satu sama lain"

dan sekarang anna bersyukur mimpi-mimpinya bersama justin bieber sudah menjadi kenyataan dan dia tidak perlu bermimpi lagi bersama justin

The End♥